Pariwisata dan adat ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Kehadiran pariwisata tidak hanya menjadi motor penggerak ekonomi daerah, tetapi juga mampu menjaga dan menghidupkan kembali tradisi masyarakat setempat. Sementara adat dan budaya memberikan identitas kuat yang membuat suatu destinasi memiliki daya tarik berbeda dibanding daerah lain.
Hal inilah yang kini mendapat sorotan dari Dinas Pariwisata Sulawesi Tengah (Sulteng). Seiring dengan meningkatnya minat wisatawan terhadap pengalaman otentik, Dinas Pariwisata menilai bahwa integrasi nilai-nilai adat dan kearifan lokal ke dalam paket wisata menjadi kebutuhan mendesak. Wisata tidak hanya soal panorama alam atau fasilitas modern, melainkan juga tentang cerita, simbol, dan warisan budaya yang melekat di tengah masyarakat.
Dalam konteks ini, peran Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) menjadi sangat penting. Lembaga ini menjadi jembatan yang menghubungkan tradisi kerajaan-kerajaan lama dengan kebutuhan pariwisata masa kini. Melalui MAKN, peninggalan sejarah, ritual adat, serta tata cara kerajaan dapat didokumentasikan, dipromosikan, dan dihidupkan kembali sebagai atraksi budaya. Bagi wisatawan, pengalaman ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga kesempatan untuk memahami akar sejarah dan identitas masyarakat Sulteng.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah, Dra. Diah Agustiningsih, M.Pd., menekankan bahwa sinergi dengan MAKN merupakan langkah strategis. Upaya ini tidak hanya memperkaya konten pariwisata berbasis budaya, tetapi juga memastikan bahwa pengembangan wisata tidak mengikis nilai-nilai adat. Sebaliknya, pariwisata menjadi alat untuk merawat, menjaga, dan memperkenalkan adat istiadat kepada generasi muda maupun masyarakat luas.
Dampak ekonomi dari kolaborasi ini juga tak bisa diabaikan. Wisata berbasis budaya mendorong tumbuhnya usaha mikro kecil di sektor kuliner tradisional, kerajinan tangan, hingga homestay yang menawarkan pengalaman tinggal bersama masyarakat lokal. Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas pendukung pariwisata pun ikut berkembang, yang pada gilirannya meningkatkan aksesibilitas dan kesejahteraan masyarakat.
Lebih jauh, pertukaran budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal membuka ruang dialog yang sehat. Wisatawan memperoleh pemahaman baru tentang adat dan tradisi, sementara masyarakat setempat mendapat apresiasi atas warisan budayanya. Interaksi ini memperkuat rasa bangga dan menumbuhkan motivasi untuk terus menjaga kelestarian tradisi.
Korelasi erat antara pariwisata Sulteng dengan peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di daerah ini pada akhirnya menciptakan hubungan timbal balik. Pariwisata membutuhkan daya tarik unik dari adat dan budaya, sedangkan adat memperoleh energi baru melalui pariwisata. Dengan pengelolaan yang tepat oleh Dinas Pariwisata, serta pendampingan dan legitimasi dari MAKN, Sulteng memiliki peluang besar untuk menjadi destinasi wisata budaya unggulan di tingkat nasional maupun internasional.
Pembangunan pariwisata yang berpijak pada adat bukan sekadar tentang mendatangkan wisatawan, tetapi juga tentang menjaga martabat sejarah, memperkuat identitas daerah, dan menghadirkan kesejahteraan nyata bagi masyarakat.(Tommy K)
Komentar