Jejak Motivasi Djajang Buntoro: Jalin Persaudaraan Tanpa Batasan Suku dan Agama

Kota Bekasi, MPN
Namanya dikenal akrab sebagai tokoh umat Nasrani di Kota Bekasi. Bukan hanya sebagai pimpinan jemaat Gereja Victori Indonesia Hope yang berlokasi di kawasan Bekasi Selatan, ternyata Pdt Djajang Buntoro, Mth juga aktif dalam beberapa organisasi yang eksis dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Meski menjadi tokoh umat Nasrani, siapa sangka jika Djajang Buntoro juga begitu familiar di kalangan tokoh agama Islam, Hindu, bahkan tokoh umat Budha yang ada di Kota Bekasi. Termasuk bagi kalangan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, sosok Djajang Buntoro sudah tidak asing lagi dalam memberikan ide dan pemikiran yang menyejukkan demi menjaga kerukunan umat beragama di Kota Bekasi.

Dalam berorganisasi, nama Djajang Buntoro tercatat sebagai Ketua Forbakti (Forum Umat Nasrani Bagi Kota Bekasi) yang notabene mayoritas anggotanya merupakan kalangan umat Nasrani. Selain itu, lelaki kelahiran Jakarta ini juga aktif sebagai Ketua Bidang Koperasi organisasi kedaerahan Forum Betawi Rempug (FBR) Korwil Kota Bekasi dan penasehat organisasi Forum Pemuda NTT Kota Bekasi.

Dengan kesibukannya menjalin hubungan sosial dengan berbagai kalangan masyarakat, Djajang Buntoro yang kelahiran tahun 1967 ini menyatakan dirinya menikmati keberagamam yang terjalin harmonis di Kota Bekasi ini. “Sejak kecil, saya selalu diajarkan orangtua untuk bergaul dengan siapa saja, jangan dilihat agamanya apa, sukunya apa, saya dididik untuk berteman dengan siapa saja,” katanya saat diajak berbincang santai belum lama ini.

Didikan ini membuat Djajang Buntoro merasa nyaman karena bisa hidup rukun dengan kawan-kawan dan tetangga terdekatnya. Rasa kecintaannya kepada Tanah Air membuatnya termotivasi untuk ikut menjaga ketentraman hidup bermasyarakat.

“Saya cinta Indonesia, saya bangga dengan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa ini. Salah satu nilai luhur itu adalah gotong royong dan hidup guyub di kalangan masyarakatnya. Meski saya Nasrani, saya tidak merasa seperti musuh dengan saudara-saudara kita yang beragama Islam, Hindu atau Bundha,” ulas Djajang.

Djajang juga mengaku dididik orangtuanya agar memiliki rasa empati atau jiwa sosial terhadap orang di sekitarnya. Hal ini menjadi warisan yang menurutnya sangat berharga dan memberikan rasa damai di hatinya.

“Mama saya itu orangnya paling suka berinteraksi dengan orang-orang sekitar. Pernah suatu hari mama saya bertemu seseorang yang sedang bengong. Lalu mama nanya: Bang luh ngapain aja bengong, gak kerja? Terus dijawab sama orang itu: lagi gak ada kerjaan, Nyonya,” ujar Djajang.

“Gak tega melihat orang itu, lalu mama saya meminta orang itu ke rumah kami besoknya. Keluarga saya saat itu tinggal di Cengkareng, Jakarta. Ternyata mama membelikan orang itu becak agar bisa mencari rejeki untuk keluarganya. Lama-kelamaan mama saya jadi juragan becak karena punya banyak becak yang disewa tetangga kami agar mereka bisa bekerja sebagai penarik becak,” papar Djajang.

Keakraban keluarganya dengan orang-orang sekitar rumahnya membuat keluarga Djajang mendapat perlindungan dari warga sekitar saat kerusuhan terjadi tahun 1997. “Banyak saudara-saudara saya yang mengajak saya untuk mengungsi ke Singapura, tapi saya tetap tinggal di Indonesia,” katanya.

“Saya bilang ke mereka: kalau saya mati, saya milih mati di Indonesia. Ngapain saya harus kabur dari Tanah Air saya sendiri? Saya sangat bwrsyukur karena ternyata orang-orang sekitar rumah saya justru melindungi keluarga saya saat ada kelompok massa yang ingin membakar dan menjarah rumah saya,” jelasnya.

Nilai luhur kerukunan ini terus diterapkan dalam kehidupan Djajang Buntoro hingga kini. “Makanya meski saya seorang pendeta, saya gak pernah menutup diri untuk bergaul dengan kalangan organisasi masyarakat atau Ormas, saya tetap merasa nyaman saat bergaul dengan kawan-kawan di FBR, saya juga nyaman saat bergaul dengan kawan-kawan di Forum Pemuda NTT, sama nyamannya saat saya sedang bergaul dengan saudara-saudara saya yang menjadi tokoh agama di Kota Bekasi ini, karena saya merasa tidak ada perbedaan bagi kami untuk saling berinteraksi, tidak ada batasan agama atau suku bagi saya untuk menjalin komunikasi,” ulasnya.

Sekali lagi, Djajang mengungkapkan kebanggaannya terhadap kerukunan yang terjaga dalam kehidupan masyarakat Kota Bekasi. “Perwujudan Bhinneka Tunggal Ika terbentuk secara sempurna di Kota Bekasi. Makanya saya sangat mengapresiasi hasil jerih payah para tokoh agama yang ada di Kota Bekasi yang memiliki semangat tinggi untuk menjaga toleransi kerukunan antar-umat beragama di Kota Bekasi yang memiliki Kota Toleran ini,” pungkasnya. (Mul)



Posting Terkait

Jangan Lewatkan